Skenario Anggaran PBB yang Inklusif untuk Mewujudkan Tatanan Dunia Baru dan Sustainable Development Goals 2030 serta Post-SDGs yang Berkeadilan

Transformasi Global: Skenario Anggaran PBB yang Inklusif untuk Mewujudkan Tatanan Dunia Baru dan Sustainable Development Goals 2030 serta Post-SDGs yang Berkeadilan

Abstrak

Dalam era transformasi global yang kompleks, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menghadapi tantangan monumental dalam merancang kerangka anggaran yang tidak hanya responsif terhadap kebutuhan pembangunan berkelanjutan hingga 2030, tetapi juga mampu meletakkan fondasi bagi tatanan dunia pasca-SDGs yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Essay ini menganalisis skenario anggaran PBB yang transformatif dengan fokus khusus pada pemberdayaan negara-negara Dunia Keempat dan penguatan mekanisme Global South dalam arsitektur governance global yang baru.

1. Pendahuluan: Konteks Transformasi Global

Dunia saat ini berada pada titik infleksi sejarah yang menentukan masa depan peradaban manusia. Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, yang diadopsi oleh 193 negara anggota PBB pada September 2015, telah menjadi blueprint universal untuk perdamaian dan kemakmuran bagi manusia dan planet ini. Namun, dengan tersisa kurang dari enam tahun menuju target 2030, evaluasi komprehensif menunjukkan bahwa kemajuan global masih jauh dari harapan, bahkan mengalami kemunduran di beberapa area kritis.

Dalam konteks ini, konsep "Dunia Keempat" yang merujuk pada komunitas dan wilayah yang paling terpinggirkan secara ekonomi, politik, dan sosial—termasuk masyarakat adat, komunitas urban miskin, dan daerah tertinggal—memerlukan perhatian khusus dalam kerangka anggaran PBB yang baru. Paralel dengan itu, konsep "Global South" tidak lagi dapat dipahami semata sebagai kategorisasi geografis, melainkan sebagai kesatuan politik-ekonomi yang menuntut redistribusi kekuasaan dan sumber daya dalam tata kelola global.

2. Diagnosis Struktural: Ketimpangan dalam Sistem Pembiayaan Global

2.1 Analisis Gap Pembiayaan SDGs

Menurut laporan UN Conference on Trade and Development (UNCTAD) 2023, defisit pembiayaan global untuk mencapai SDGs diperkirakan mencapai USD 4,2 triliun per tahun. Gap ini tidak merata secara geografis, dengan 67% defisit terkonsentrasi di negara-negara berkembang dan kurang berkembang. Lebih kritis lagi, komunitas Dunia Keempat praktis tidak memiliki akses terhadap mekanisme pembiayaan formal, baik dari sektor publik maupun privat.

2.2 Keterbatasan Struktural Anggaran PBB Saat Ini

Anggaran regular PBB untuk periode 2024-2025 sebesar USD 3,59 miliar terbukti tidak memadai untuk menghadapi kompleksitas tantangan global kontemporer. Distribusi anggaran yang timpang—dengan 76% dialokasikan untuk operasi peacekeeping dan administrasi—meninggalkan ruang yang sangat terbatas untuk program pembangunan transformatif yang menyasar akar permasalahan ketidakadilan struktural.

3. Kerangka Konseptual: Toward Inclusive Global Governance

3.1 Redefinisi Inklusivitas dalam Konteks Global

Inklusivitas dalam anggaran PBB harus dipahami sebagai prinsip yang melampaui sekadar representasi numerik atau alokasi proporsional. Ia harus mencakup dimensi epistemik (pengakuan terhadap sistem pengetahuan lokal dan indigenous), dimensi partisipatif (keterlibatan substantif dalam proses decision-making), dan dimensi distributif (akses yang adil terhadap sumber daya dan manfaat pembangunan).

3.2 Paradigma Tatanan Dunia Baru: Dari Hegemoni ke Multipolaritas

Tatanan dunia baru yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah semata pergeseran kekuatan geopolitik dari Barat ke Timur, melainkan transformasi fundamental dari sistem unipolar-hegemonik menuju multipolaritas yang demokratik dan inklusif. Dalam kerangka ini, anggaran PBB harus berfungsi sebagai instrumen redistribusi kekuasaan global, bukan sekadar mekanisme charity atau aid.

4. Skenario Anggaran Transformatif: Blueprint untuk Perubahan Sistemik

4.1 Model Anggaran Berbasis Hak Asasi Manusia dan Keadilan Iklim

Komponen Utama:
- Global Reparations Fund  (USD 500 miliar per tahun): Dana kompensasi untuk negara-negara yang mengalami eksploitasi historis dan kerusakan ekologis akibat industrialisasi global yang tidak berkelanjutan.
- Indigenous and Fourth World Empowerment Program  (USD 150 miliar per tahun): Program khusus untuk pemberdayaan ekonomi, politik, dan budaya masyarakat adat dan komunitas terpinggirkan.
- Global South Technological Sovereignty Initiative (USD 300 miliar per tahun): Investasi masif dalam transfer teknologi, capacity building, dan pengembangan inovasi endogen di negara-negara Global South.

4.2 Mekanisme Pembiayaan Inovatif

Sumber Pembiayaan: 
1. Global Financial Transaction Tax (Tobin Tax): Pajak 0,1% atas semua transaksi keuangan internasional, diperkirakan menghasilkan USD 400-600 miliar per tahun.
2. Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) Global : Ekspansi mekanisme carbon pricing dengan redistribusi revenue untuk negara berkembang.
3.  Digital Economy Tax : Pajak progresif atas multinational digital corporations dengan revenue dialokasikan untuk digital inclusion programs.
4. Wealth Tax Global : Pajak kekayaan 1-5% untuk individu dengan aset di atas USD 50 juta.

4.3 Arsitektur Governance yang Demokratik

Institutional Reforms: 
- Global Citizens Assembly : Badan perwakilan langsung masyarakat sipil global dengan kekuasaan oversight atas alokasi anggaran PBB.
- Fourth World Council : Representasi khusus untuk masyarakat adat dan komunitas terpinggirkan dalam struktur decision-making PBB.
- South-South Cooperation Mechanism : Platform institusional untuk kerjasama horizontal antar negara Global South.

5. Implementasi Post-SDGs 2030: Toward 2050 Agenda

5.1 Framework Post-2030: Beyond Sustainable Development

Agenda post-SDGs 2030 memerlukan paradigma yang melampaui konsep "sustainability" menuju "regenerative development"—pembangunan yang tidak hanya berkelanjutan tetapi juga regeneratif bagi sistem sosial-ekologis global. Kerangka ini mencakup:

Regenerative Development Goals (RDGs) 2031-2050:
1. Planetary Health Restoration : Pemulihan sistem ekologis global melalui rewilding, reforestation, dan ocean restoration.
2. Economic Democracy : Transformasi sistem ekonomi global menuju cooperative economy dan community ownership.
3. Technological Commons : Demokratisasi akses terhadap teknologi melalui open-source innovation dan technology transfer.
4. Cultural Renaissance : Revitalisasi dan perlindungan keragaman budaya dan sistem pengetahuan lokal.

5.2 Financing Architecture for Post-2030 Era

Global Commons Fund  (USD 2 triliun per tahun):
- 40% untuk ecological restoration dan climate adaptation
- 30% untuk universal basic services (kesehatan, pendidikan, housing)
- 20% untuk technological democratization dan innovation commons
- 10% untuk cultural preservation dan indigenous rights

6. Studi Kasus: Pilot Programs untuk Transformasi

6.1 Amazon Basin Indigenous Territories Sovereignty Program

Program pilot senilai USD 50 miliar selama 10 tahun untuk memberikan otonomi penuh kepada masyarakat adat Amazonia atas wilayah tradisional mereka, termasuk hak atas carbon credits, biodiversity benefits, dan mineral rights. Program ini menjadi model untuk indigenous sovereignty di seluruh dunia.

6.2 African Continental Regenerative Agriculture Initiative

Investasi USD 200 miliar untuk transformasi sistem pertanian Afrika menuju regenerative agriculture yang menggabungkan traditional knowledge dengan teknologi modern, menciptakan food security sambil melakukan carbon sequestration dan biodiversity conservation.

6.3 Pacific Island Climate Resilience and Cultural Preservation Program

Program komprehensif USD 75 miliar untuk adaptasi perubahan iklim di kepulauan Pasifik yang mengintegrasikan traditional ecological knowledge dengan teknologi climate adaptation modern, termasuk floating cities dan renewable energy infrastructure.

7. Tantangan dan Resistensi: Political Economy Analysis

7.1 Resistensi dari Powers That Be

Implementasi skenario anggaran transformatif ini akan menghadapi resistensi masif dari:
- Corporate Global Elite : Multinational corporations yang akan terkena dampak taxation dan regulation yang lebih ketat.
- Hegemonic Powers : Negara-negara yang saat ini mendominasi sistem global dan enggan melepaskan privileged position mereka.
- Financial Capital : Sektor keuangan global yang profitnya akan terancam oleh financial transaction tax dan wealth redistribution.

7.2 Strategi Mobilisasi dan Coalition Building

Movement Building Strategy: 
1. Global Civil Society Alliance : Koalisi broad-based antara social movements, NGOs, indigenous organizations, dan progressive political parties.
2. Progressive Governments Coalition : Aliansi negara-negara yang berkomitmen pada transformative change.
3. Alternative Economic Networks : Pengembangan parallel economic systems yang mendemonstrasikan feasibility alternative models.

8. Monitoring, Evaluation, dan Accountability

8.1 Participatory Monitoring Framework

Community-Led Monitoring Systems:
- Indigenous Monitoring Networks : Sistem monitoring berbasis masyarakat adat dengan indicators yang sesuai dengan worldview dan values mereka.
- Urban Poor Monitoring Collectives : Platform untuk urban slum communities dalam monitoring program pembangunan yang memengaruhi mereka.
- Youth Climate Monitoring : Generasi muda sebagai watchdogs untuk program climate action dan environmental restoration.

 8.2 Alternative Indicators Beyond GDP

Wellbeing and Regeneration Indicators:
1. Planetary Boundary Compliance Index : Monitoring terhadap nine planetary boundaries.
2. Cultural Vitality Index : Measurements of linguistic diversity, traditional knowledge preservation, dan cultural practices continuity.
3. Economic Democracy Index : Levels of cooperative ownership, worker participation, dan wealth distribution.
4. Ecological Regeneration Index : Rate of ecosystem restoration, biodiversity recovery, dan carbon sequestration.

9. Teknologi dan Inovasi untuk Implementasi

9.1 Blockchain untuk Transparent and Accountable Budgeting

Implementasi blockchain technology untuk menciptakan full transparency dalam alokasi dan penggunaan dana PBB, memungkinkan real-time monitoring oleh civil society dan direct beneficiaries.

9.2 AI-Assisted Participatory Budgeting

Penggunaan artificial intelligence untuk memfasilitasi participatory budgeting processes yang melibatkan millions of people globally, dengan translation capabilities untuk mengakomodasi linguistic diversity dan cultural differences.

9.3 Digital Platforms untuk Global Democracy

Pengembangan secure digital platforms untuk global referenda dan consultations, memungkinkan direct participation dari billions of people dalam decision-making processes yang memengaruhi hidup mereka.

10. Konklusi: Toward a Just and Regenerative Future

Skenario anggaran PBB yang inklusif sebagaimana dipaparkan dalam essay ini bukanlah sekadar technical exercise dalam public finance, melainkan blueprint untuk transformasi fundamental sistem global menuju keadilan, sustainability, dan regeneration. Implementasinya memerlukan political will yang luar biasa, mobilisasi social movements yang masif, dan komitmen jangka panjang untuk mengutamakan wellbeing manusia dan planetary health di atas profit dan power.

Keberhasilan agenda transformatif ini akan menentukan apakah umat manusia dapat mengatasi triple planetary crisis (climate change, biodiversity loss, pollution) sambil menciptakan kondisi untuk flourishing bagi semua kehidupan di Bumi. Dunia Keempat dan Global South bukan lagi sebagai passive recipients of development aid, melainkan sebagai active agents dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.

Investment dalam skenario ini—meskipun memerlukan reallocation resources yang signifikan—akan menghasilkan returns yang jauh lebih besar dalam bentuk planetary health, social cohesion, dan long-term prosperity untuk semua. Alternative costs of inaction—civilizational collapse, ecological devastation, dan social fragmentation—jauh lebih mahal daripada investment yang diperlukan untuk transformative change.

Momentum untuk perubahan ini sudah dimulai dengan rising consciousness global tentang interconnectedness antara social justice dan ecological sustainability. Task kita sekarang adalah mengkonkretkan vision ini menjadi political program yang dapat dimobilisasi dan diimplementasikan dalam dekade yang krusial ini.

The time for incremental change has passed. The time for transformation is now.


Referensi

1. United Nations. (2015). Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development . UN General Assembly Resolution A/RES/70/1.

2. UNCTAD. (2023). World Investment Report 2023: Investing in Sustainable Energy for All. United Nations Conference on Trade and Development.

3. Hickel, J. (2020). Less is More: How Degrowth Will Save the World. William Heinemann.

4. Escobar, A. (2018). Designs for the Pluriverse: Radical Interdependence, Autonomy, and the Making of Worlds. Duke University Press.

5. Korten, D. C. (2015). When Corporations Rule the World. 3rd Edition. Berrett-Koehler Publishers.

6. Klein, N. (2019). On Fire: The (Burning) Case for a Green New Deal. Simon & Schuster.

7. Raworth, K. (2017). Doughnut Economics: Seven Ways to Think Like a 21st-Century Economist. Chelsea Green Publishing.

8. Shiva, V. (2016). Stealing the Harvest: The Hijacking of the Global Food Supply. University Press of Kentucky.

9. Santos, B. de S. (2014). Epistemologies of the South: Justice Against Epistemicide. Paradigm Publishers.

10. IPCC. (2023). Climate Change 2023: Synthesis Report. Intergovernmental Panel on Climate Change.

11. UNESCO. (2023). Global Education Monitoring Report 2023: Technology in Education - A Tool on Whose Terms?. UNESCO Publishing.

12. Oxfam. (2023). Survival of the Richest: How We Must Tax the Super-Rich Now to Fight Inequality. Oxfam International.

13. World Bank. (2023). Poverty and Prosperity 2023: Panorama of Global Income Distribution. World Bank Group.

14. IMF. (2023). Global Financial Stability Report: Safeguarding Financial Stability amid High Inflation and Geopolitical Risks. International Monetary Fund.

15. UNEP. (2023). Emissions Gap Report 2023: Broken Record - Temperatures Hit New Highs, Yet World Fails to Cut Emissions (Again). United Nations Environment Programme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencari Filosofis dari Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara

Paradoks Publikasi Ilmiah: Antara Diseminasi Pengetahuan, Industri Penerbitan, dan Hak-Hak Penulis