Kegagalan Elite dan Negara Indonesia dalam Menjalankan Amanah Lima Pilar Negara: Sebuah Refleksi Kritis

Kegagalan Elite dan Negara Indonesia dalam Menjalankan Amanah Lima Pilar Negara: Sebuah Refleksi Kritis

Oleh:  Semua Rakyat 


Pendahuluan

Indonesia sebagai negara-bangsa (nation-state) dibangun di atas fondasi ideologis, konstitusional, dan historis yang kokoh. Dalam lintasan sejarahnya, cita-cita kebangsaan termaktub dalam lima pilar utama: (1) Pancasila, (2) UUD 1945, (3) NKRI, (4) Bhinneka Tunggal Ika, dan (5) Tujuan Bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Namun, kegagalan elite dan negara dalam mengaktualisasikan amanah kelima pilar tersebut secara utuh telah menyebabkan stagnasi, bahkan kemunduran peradaban bangsa. Tulisan ini bertujuan membedah secara reflektif dan analitis kegagalan-kegagalan tersebut.


1. Pancasila: Ditinggalkan dalam Praktik Kenegaraan

Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa mengalami reduksi nilai dalam praktik politik dan pemerintahan. Ketuhanan yang Maha Esa tereduksi oleh banalitas agama dalam politik elektoral. Kemanusiaan yang adil dan beradab terciderai oleh praktik diskriminasi, kekerasan aparat, dan intoleransi. Persatuan Indonesia kerap menjadi jargon kosong di tengah polarisasi sosial dan politik. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan musnah dalam kooptasi oligarki terhadap lembaga legislatif dan eksekutif. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum kunjung terwujud, sebagaimana dibuktikan oleh ketimpangan ekonomi yang ekstrem (Oxfam, 2017).


2. UUD 1945: Dikhianati oleh Amandemen Transaksional

Konstitusi sebagai hukum dasar justru menjadi alat kompromi politik jangka pendek. Amandemen UUD 1945 pasca-reformasi dilakukan tanpa grand design yang visioner. Revisi konstitusi tidak lagi mencerminkan semangat pro-rakyat, tetapi justru menjadi sarana legal-formal bagi penguatan kekuasaan elite. Putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial, seperti terkait usia capres dan konflik kepentingan dalam putusan, menandakan bahwa konstitusi telah dikangkangi demi kepentingan politik sesaat (ICW, 2023).


3. NKRI: Terancam oleh Ketimpangan dan Sentralisme Kekuasaan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menghadapi ancaman disintegrasi kultural dan sosial akibat sentralisme pembangunan. Kawasan timur Indonesia, daerah perbatasan, dan wilayah-wilayah adat mengalami ketertinggalan sistemik. Implementasi otonomi daerah yang seharusnya memperkuat kohesi nasional justru melahirkan "raja-raja kecil" korup di daerah (Kompas Investigasi, 2022). Kesatuan yang semu hanya dipertahankan oleh simbol, bukan kesejahteraan dan keadilan.


4. Bhinneka Tunggal Ika: Melemah di Tengah Arus Polarisasi dan Intoleransi

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika mengalami pelemahan makna di tengah meningkatnya intoleransi berbasis agama dan identitas. Penyeragaman budaya, marginalisasi kelompok minoritas, serta kebijakan diskriminatif terhadap kelompok adat dan gender menunjukkan kegagalan negara menjaga keberagaman. Laporan Setara Institute (2023) mencatat peningkatan kasus intoleransi yang dilakukan bukan hanya oleh masyarakat, tetapi juga oleh aparatur negara.


5. Tujuan Bernegara: Tidak Terwujud dalam Kebijakan Publik

Tujuan negara yang disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945—melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam ketertiban dunia—tidak tercermin dalam arah kebijakan. Indeks pembangunan manusia (IPM) yang timpang, korupsi dalam sektor pendidikan dan kesehatan, serta minimnya peran diplomasi Indonesia dalam isu global strategis menunjukkan kegagalan fundamental negara dalam merealisasikan amanah luhur ini (UNDP, 2023).


Kesimpulan

Lima pilar negara Indonesia akan runtuh secara fisik, tetapi dikhianati secara sistemik oleh elite yang lebih mementingkan kepentingan politik dan ekonomi sesaat, nampaknya akan segera bubar. Reformasi yang seharusnya menjadi jembatan menuju cita-cita luhur bangsa justru menjadi etalase demokrasi semu. Maka dari itu, penyadaran kolektif, pembaruan etika politik, dan kebangkitan masyarakat sipil adalah kebutuhan mendesak untuk merebut kembali amanah lima pilar negara sebagai kompas arah bangsa.


Referensi:

  • Oxfam. (2017). Towards a More Equal Indonesia.
  • ICW. (2023). Evaluasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan MK.
  • Kompas. (2022). "Raja-Raja Kecil di Era Otonomi Daerah".
  • Setara Institute. (2023). Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
  • UNDP. (2023). Human Development Report: Indonesia.
  • UUD 1945 dan Dokumen Konstitusi Negara Republik Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Skenario Anggaran PBB yang Inklusif untuk Mewujudkan Tatanan Dunia Baru dan Sustainable Development Goals 2030 serta Post-SDGs yang Berkeadilan

Mencari Filosofis dari Masyarakat Peneliti Mandiri Sunda Nusantara

Paradoks Publikasi Ilmiah: Antara Diseminasi Pengetahuan, Industri Penerbitan, dan Hak-Hak Penulis